Situs Megalitikum Balodano, Tempat Tinggal Leluhur Marga Zebua
Nias Barat, radarpaginews.com – Liburan ke tepi pantai mungkin sudah biasa bagi kebanyakan orang. Tapi mengisi waktu liburan dengan berkunjung ke situs megalitikum, nah sepertinya tidak semua orang pernah melakukannya. Sebenarnya, apa sih megalitikum itu?
Megalitikum berasal dari kata “mega” yang berarti besar, dan “lithos” yang berarti batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia membuat berbagai hal dengan menggunakan batu-batu berukuran besar.
Hasil kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk yang diperlukan.
Biasanya yang dibuat adalah monumen atau barang-barang untuk keperluan penguburan dan ritual pemujaan, seperti punden berundak (batu bertingkat, dimana di tingkat paling tinggi biasa dilakukan upacara pemujaan), sarkofakus (keranda tempat meletakkan mayat), kubur batu, arca batu, menhir (batu besar melambangkan kelamin pria sebagai bentuk penghormatan pada roh nenek moyang), dan dolmen (tempat meletakkan sesaji).
Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang yaitu kebudayaan Megalith Tua yang menyebar ke nusantara pada zaman Neolithikum (2.500-1.500 SM) dan kebudayaan Megalith Muda yang menyebar pada zaman perunggu (1.000-100 SM).
Indonesia kaya akan situs-situs megalitikum, termasuk Situs Balodano Balodano yang ada di Kecamatan Mandrehe Utara, Kabupaten Nias Barat. Di situs ini kita akan menyaksikan arca-arca atau patung batu peninggalan nenek moyang orang Nias.
Namun berbeda dengan situs-situs megalitikum yang memang berasal dari periode Zaman Neolitikum dan Zaman Perunggu dari 4.500 – 2.100 tahun lalu, situs megalitikum di Balodano terbilang masih muda, baru berumur sekitar 450 tahun.
Menurut penuturan tokoh masyarakat setempat, Baziduhu Zebua, Situs Megalitikum Balodano merupakan peninggalan penting leluhur marga Zebua, karena lokasi ini diyakini merupakan asal muasal marga Zebua.
“Beberapa situs megalit di kawasan Balodano menjadi bukti bahwa lokasi ini dulunya adalah tempat tinggal leluhur marga Zebua, keturunan ke-23 Raja Sirao bernama Lano. Lano kemudian memiliki tiga anak bernama Laina, Bola dan Bale. Nah, situs-situs tersebut adalah peninggalan Lano dan ketiga anaknya,” ujar Baziduhu.
Situs Balodano terdiri dari kumpulan batu-batu megalitik berbentuk bulat, seperti meja batu, batu menhir, serta patung leluhur, bahkan pijakan Hombo Batu (lompat batu) yang telah dimakan usia. Sementara batu susun yang digunakan untuk melompat sudah tidak berbentuk.
Kawasan situs ini berdekatan dengan aliran sebuah sungai besar yaitu Sungai Oyo. Situs ini dapat dijangkau melalui jalan utama Gunung Sitoli–Onolimbu dengan menggunakan transportasi mobil, motor atau becak roda tiga dengan waktu tempuh kurang lebih 1,5 jam.
Sampai di jembatan Sungai Oyo, Desa Balodano, dilanjutkan dengan menyusuri sungai dan persawahan sejauh 2 km, kemudian dengan berjalan kaki mendaki bukit setinggi 50 meter sampai ke lokasi situs.
Jangan membayangkan tempat ini sebagai tempat wisata yang dipenuhi keramaian pengunjung dan pedagang. Di sini sunyi, hanya wisatawan pecinta sejarah dan budaya yang sering datang kemari. (Mario)