Seruan PGI : Jangan Merusak Alam Demi Investasi
J A K A R T A RadarPagiNews – Pemerintah pusat dan daerah kiranya lebih berhati-hati dan selektif dalam menerbitkan dan merekomendasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kawasan Peruntukan Industri (KPI).
Khususnya di wilayah dengan status konservasi tinggi, wilayah adat, daerah tangkapan air, daerah sekitar pemukiman dan lain-lain – dengan sungguh-sungguh mematuhi UU No. 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (WP3K).
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dalam siaran pers yang diterima redaksi Kamis malam (12/6/2025) mendesak dihentikannya (moratorium) penerbitan IUP dan KPI di kawasan-kawasan yang mana terdapat kerawanan ekologis, misalnya hutan tropis, kawasan danau dan pesisir, juga pulau- pulau kecil.
PGI sangat mendukung program hilirisasi yang digelorakan pemerintah, namun penting untuk memastikan bahwa setiap aktivitas industri ekstraktif dalam kerangka hilirisasi senantiasa mengedepankan prinsip keadilan ekologis, transparansi dalamproses perizinan, menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati, serta melibatkan masyarakat terdampak secara aktif sebagai mitra dalam memelihara kelestarian alam, kehidupan, dan mata pencaharian.
Terkait masalah di Raja Ampat, PGI mengapresiasi pemerintah yang telah mencabut IUP empat perusahan pertambangan di kawasan itu.
Sekalipun demikian, PGI mendesak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk mengaudit dan meninjau ulang laporan hasil analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan juga laporan analisis mengenai dampak sosial (AMDAS) penambangan nikel secara menyeluruh di wilayah Kepulauan Raja Ampat sebagai gugusan pulau-pulau kecil yang menjadi wilayah tempat berkembangnya berbagai biota laut yang hidup secara simbiosismutualisme, yang jika satu tercemari sendimentasi limbah beracun dari penambangan nikel.
Maka tidak hanya biota laut di gugusan pulau-pulau kecil tersebut tapi juga manusia yang hidup di atasnya akan terkena dampak serius secara kesehatan.
Pelajaran pencemaran Sungai Jikwa di Tembagapura sampai Timika bahkan sampai di muara menuju laut Arafura perlu menjadi bahan evaluasi (hasil penelitian UNIPA tahun 2022).
Jadi bukan sekedar asumsi “aman” karena berjarak 30-40 km dari wilayah konservasi pulau – pulau Raja Ampat. Hal ini juga perlu menjadi evaluasi terhadap industri ekstraktif di berbagai wilayah lainnya.
Sebab itu jika terbukti ada pelaku industri ekstraktif yang melanggar prinsip-prinsip perlindungan dan pelestarian alam, pemerintah harus secara tegas memerintahkan penghentian aktivitan sekstraktif dimaksud, bahkan mencabut izin usahanya.
Pemerintah berkewajiban mempertahankan keutuhan alam daerah-daerah yang selama ini telah menjadi tujuan wisata. serta memiliki biodiversitas yang tinggi, seperti Raja Ampat, Danau Toba, Kepulauan Aru, Pulau Belitung, dan lain-lain, sehingga tidak terdampak aktivitas industri.
Bersamaan dengan itu, percepatan pembangunan, pemulihan lahan paska tambang, dan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berfokus pada pengembangan wisata alam perlu didukung serius oleh pemerintah daerah.
Para pimpinan gereja harus menjadi pemimpin sekaligus teladan dalam mempraktikkan dan menyuarakan pertobatan ekologis.
Gereja tidak boleh diam saja ketika alam terluka oleh berbagai praktik eksploitasi alam yang tidak bertanggung jawab, baik industri ekstraktif yang mencemari lingkungan, maupun ekspansi perkebunan yang mengakibatkan deforestasi dan dampak-dampak sosial lainnya.
Dalam hal ini, para pimpinan gereja harus teguh berdiri dengan integritas yang utuh dan tak terombang-ambing, baik oleh ancaman maupun iming – iming dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dengan demikian, gereja menjadi pembawa pengharapan yang tangguh dan relevan, sebagaimana dicita-citakan dalamvisi PGI. Gereja harus setia pada karya misinya yang merawat keutuhan ciptaan, menegakkan keadilan, serta memastikan terpenuhinya hak-hak masyarakat di sekitar daerah di mana industri berada.
Akhirnya, PGI ingin menegaskan spiritualitas keugaharian sebagai panggilan moral dan wujud kesalehan sosial, demi mencegah keserakahan, dan guna merawat hubungan antar manusia dan ciptaan.
Gereja dipanggil bukan hanya untuk menyelamatkan jiwa, tetapi juga untuk menyuarakan keadilan bagi bumi yang terluka. PGI mendukung lembaga-lembaga dan aktivis-aktivis peduli lingkungan dan hak asasi manusia, serta menyerukan kepada semua lapisan masyarakat, untuk terus menyuarakan dan memperjuangkan keadilan ekologis, keutuhan ciptaan, dan terpenuhinya hak – hak masyarakat adat.
PGI percaya bahwa masa depan bumi hanya dapat dijaga bila umat manusia kembali menata relasinya dengan alam dalam kerendahan hati dan tanggung jawab.
“Tuhan yang menciptakan langit dan bumi terus memanggil umat-Nya untuk menjadi penatalayan kehidupan, bukan pelaku kehancuran,”ucap Sekretarisu Umum Pdt. Darwin Darmawan Sekretaris Umum atas nama Majelis Pekerja Harian PGI. (rilis)