Ombudsman RI Perwakilan Papua Buka – Bukaan, Sentil Pemkab Keerom
JAYAPURA RadarPagiNews – Ombudsman RI Perwakilan Papua mengungkapkan beberapa instansi pemerintahan kabupaten/kota yang ada di Tanah Papua, masih kurang begitu peduli atau menanggapi kinerja ombudsman, jika ditemukan adanya mal administrasi di tubuh pemerintahannya.
“Ini yang memang menjadi kendala kita. Untuk pemerintahan daerah memang tidak semua. Justru sebagian besar apa yang kita sampaikan, memang mereka laksanakan,”kata Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan, Fernandes J. P. B, S.P., M.H, saat bincang – bincang bersama insan pers di Jayapura. Jumat (26/7/2024).
Seraya memberikan contoh mantan Bupati Jayawijaya yang merespon dengan cepat, terkait adanya honor Ketua RT yang tidak dibayarkan selama beberapa tahun. “Itu saat kita bertemu dan klarifikasi. Beliau langsung selesaikan,”terangnya.
Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Kepulauan Yapen, yang tanpa perlu harus ke Bupati. Cukup dengan level dibawah sudah segera di eksekusi.
Dalam UU Pemerintahan daerah sudah sangat jelas, kepala daerah wajib melaksanakan rekomendasi ombudsman. Meskipun sifatnya belum rekomendasi dan masih LHP.
Akan tetapi ada juga pemerintahan kabupaten, yang masih acuh tak acuh. “Saya kurang tau, apakah masalah ego sectoral. Saya ambil contoh Pemerintah Kabupaten Keerom masalah pengadaan barang dan jasa. Banyak pengusaha yang mengalaminya. Tetapi hanya beberapa saja yang mengadu ke ombudsman (sekitar 5 – 6 pengusaha-red).
Lanjutnya para pengusaha (pengadu) ini sudah menyelesaikan pekerjaan proyeknya hingga 100 persen dan sudah selesai. Namun tidak dibayarkan sampai sekarang. “Bahkan kami dorong untuk setidaknya untuk masuk ke daftar hutang saja belum di proses,”ungkapnya.
Pemkab Keerom Kurang Tanggap
Senada dengan itu Kepala Perwakilan Ombudsman RI Prov. Papua, Dr. Yohanes B. J. Rusmanta, M.Si didampingi Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan, Melania P. Kirihio, S.H., M.H dan Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Gina R. Ikari, S.H, mengatakan Pemerintah kabupaten Keerom kurang tanggap, terhadap saran dan perbaikan yang sudah dilakukan berdasarkan kajian ombudsman pada tahun lalu. Kemudian ditambah lagi dengan adanya laporan dari beberapa kontraktor/pengusaha yang sudah menyelesaikan pekerjaannya selama tahun 2023 – 2024 yang belum dibayarkan.
Persoalan yang terjadi di Kabupaten Keerom sama juga yang terjadi di kabupaten lain. Namun pemerintah daerah yang bersangkutan menggunakan mekanisme pembayaran hutang daerah. Diagendakan dalam pembayaran hutang, sehingga hutang – hutang yang belum dibayarkan.
“Tetapi ini tidak terjadi di Kabupaten Keerom. Sampai sekarang kita sudah bersurat. Karena tidak mendapatkan respon. Kami sudah laporkan ke pusat dan nantinya pusat yang menangani,”jelas Joko sapaan akrabnya.
Saat itu Ombudsman Republik Indonesia di Jakarta sudah memanggil Bupati Keerom dan yang bersangkutan mengutus pegawainya untuk melakukan pertemuan di pusat.
Hanya saja belum diketahui perkembangannya, karena persoalan ini belum selesai. Namun sudah menjadi ranah dari pusat.
Kembali Fernandes J. P. B menegaskan sekali lagi bahwa tidak banyak pemerintah daerah yang mengabaikan rekomendasi atau tindakan korektif oleh ombudsman. “Kami apabila di Tingkat daerah tidak melaksanakan rekomendasi ombudsman. Itu kami langsung limpahkan ke pusat dan akan menjadi atensi pusat untuk menindaklanjutinya,”jelasnya.
Lembaga Vertikal Paling Oke
Disisi lain, Ombudsman Perwakilan Papua memuji Lembaga vertical, yang begitu cepat tanggap jika ada masukkan dari ombudsman, yang biasanya cepat selesai. Semisal di Imigrasi, TNI. “TNI paling jarang dilaporkan. Mungkin karena mereka sedikit bertugas mengenai pelayanan public. Mereka- kan menyangkut kedaulatan negara,”terang Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan, Fernandes J. P. B.
Pernah ada juga kasus, seorang janda yang mengadu, karena rumah dinasnya digusur saat penertiban rumah dinas di Brimob Kotaraja. Namun persoalan akhirnya dapat terselesaikan dengan bantuan ombudsman, yang melakukan koordinasi dengan Kodam XVII Cenderawasih.
“Kalau instansi vertical, Kementerian biasanya responnya paling cepat. Sekali lagi ini kembali kepada kemauan penyelenggara. Pimpinan daerah khusus. Apakah mereka mau melaksanakan perbaikan atau tidak. Karena ombudsman sebenarnya mitra pemerintah yang lebih focus kepada penyelenggara negara. Supaya bisa melaksanakan tugas – tugasnya, sesuai dengan peraturan perundangan,”bebernya.
Namun dirinya menegaskan, ombudsman bukanlah aparat penegak hukum, yang tidak punya kewenangan untuk menangkap orang. Tetapi jika tidak melaksanakan tugas ombudsman. Maka punishment secara sosial, karena di ombudsman, apabila tidak melaksanakan rekomendasi ombudsman. Jika di dalam UU Pemerintahan, sebenarnya yang bersangkutan dalam hal ini pimpinan daerah akan dibina di Kementerian Dalam Negeri dan jabatannya akan digantikan sementara oleh wakil pimpinan daerah.
Kemudian apabila rekomendasi tidak dilaksanakan, pihaknya akan menyampaikana kepada DPR. Selanjutnya wakil rakyat atau Kementerian sebagai atasan/eksekutor dari pimpinan daerah di tempat. Itulah yang akan memberikan sanksi administrasi. (Redaksi)