Kata Bawaslu Papua Rekaman Suara Pj Walikota Belum Cukup Kuat Untuk Dijadikan Alat Bukti
JAYAPURA RadarPagiNews – Bawaslu Papua akhirnya resmi buka mulut perihal laporan rekaman suara sembilan menit lebih yang diduga kuat suara Pj Walikota Jayapura Chistian Sohilait. Saat memberikan arahan kepada para lurah.
Saat menggelar jumpa pers Kamis sore (14/11/2024) di Kantor Bawaslu, Ketua Bawaslu Papua Hardin Halidin didampingi Koordinator Divisi Pencegahan Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Yofrey Piryamta Kebelen, menyampaikan permohonan maaf.
“Mohon maaf sekali, kami agak terlambat mengundang teman – teman untuk menyampaikan beberapa poin terkait dengan penanganan pelanggaran terhadap dugaan yang sudah kita tau sama – sama,”ucapnya.
Lanjutnya, setelah pembahasan kedua di Gakkumdu hanya lewat zoom meeting, dikarenakan lebih banyak anggota yang berada diluar Jayapura. “Ibu Yamta juga baru tiba tadi pagi dari Jakarta dan akhirnya kita baru bisa sore ini bertemu. Itu permohonan maaf kami,”ulangnya.
Kedua Bawaslu Provinsi Papua secara tegas mengatakan terkait dengan perkara ini. Belum pernah membuat rilis apapun. Terkait dengan kasus ini.
“Saya perlu menyampaikan ini. Karena ada media yang menyebutkan sudah ada rilis yang ditanda tangani Ketua Bawaslu Papua. Saya mau tekankan bahwa tidak pernah membuat rilis. Kecuali pada saat konferensi pers kali ini,”tegasnya.
Kemudian Hardin mengatakan, setelah melakukan kajian awal dan pembahasan pertama dengan Gakkumdu di awal November yakni pembahasan satu. Dimana ada kajian awal dari Bawaslu terhadap laporan yang masuk, yang fungsinya sebetulnya hanya untuk memastikan, keterpenuhan unsur formil dan materil terhadap laporan itu.
Kemudian hasil kajian awal dari Lembaga pengawas pemilu ini juga disampaikan dan dibahas bersama Gakkumdu.
“Intinya pembahasan pertama dengan Gakkumdu, kemudian memutuskan bahwa sudah terpenuhi syarat formil dan materil. Terkait dengan laporan yang disampaikan. Karena itu kemudian kami melakukan, menindaklanjutinya dengan mengundang sejumlah saksi. Baik saksi pelapor maupun saksi yang berkaitan dengan penanganan kasus ini,”paparnya.
13 Saksi Dihadirkan
Setidaknya ada 13 saksi yang diundang untuk dimintai keterangan. Termasuk dua ahli, yang diminta pendapatnya.
Kata Hardin, proses ini yang kalau di peraturan bersama dengan Bawaslu, Kapolri dan Jaksa Agung dalam proses klarifikasi, ada pendampingan yang dilakukan oleh Gakkumdu, Kepolisian maupun Kejaksaan.
Setelah melakukan klarifikasi dan meminta keterangan para saksi dan pendapat dua ahli. Bawaslu kemudian membuat pembahasan kedua bersama Gakkumdu. Dimana hasilnya kesimpulannya laporan tersebut tidak dapat dilanjutkan pada tingkat selanjutnya.
“Mestinya kalau ini dilanjutkan. Maka sudah masuk ke tingkat penyidikan yakni kepolisian. Tetapi di pembahasan kedua bersama Gakkumdu tidak bisa dilanjutkan. Sehingga laporan ini dihentikan,”ungkapnya.
Saat ditanyakan alasan mendalam mengapa sampai perkara ini dihentikan. Apakah karena bukti tidak cukup ataukah tidak ada pengakuan dari para lurah.
Hardin secara diplomatis mengatakan tak perlu membongkar apa materi dari klarifikasi sesungguhnya. Pasalnya sudah beredar luas di media ada pengakuan dan banyak informasi yang bisa didapatkan, yang mewakili proses klarifikasi di Bawaslu.
Tetapi kemudian rekaman itu dianggap belum cukup kuat untuk dijadikan alat bukti. Karena itu bukan dari rekaman pertama kalinya.
“Rekaman itu diakui didapatkan dari whatsapp grup. Sehingga ketika itu diminta mana yang aslinya. Dikhawatirkan kalau rekaman itu diambil dari rekaman whatsaap grup. Dianggap tak lagi murni. Sehingga butuh penyidikan dari laboratorium forensic untuk mengetahui darimana. Tetapi itu butuh waktu yang lebih. Sementara waktu kami lima hari yakni tiga hari ditambah dua. Kalau misalnya rekaman itu berasal dari rekaman aslinya. Itu butuh waktu yang sangat panjang dan itu sudah lepas dari range waktu yang diberikan undang – undang,”bebernya.
Hardin menegaskan dalam kasus ini tidak mendapat tekanan atau intervensi dari pihak manapun. Terkait penyelesaian kasus ini. Tetapi tidak tau kalau dari unsur diluar Bawaslu.
Dua Alat Bukti
Menjawab pertanyaan redaksi terkait teknis penyelidikan kasus rekaman suara 9 menit yang viral di jagat maya itu. Pasalnya mengacu pada hukum pidana setidaknya ada dua alat bukti dirasakan sudah cukup memenuhi unsur
Dimana ada bukti pengakuan dari tiga orang lurah, kemudian pengakuan dari yang bersangkutan sendiri yakni Pj Walikota Jayapura dan bukti rekaman suara.
Namun Hardin beralibi bahwa sebagai alat bukti yakni pertama pengakuan. Akan tetapi untuk alat bukti rekaman tersebut. Minimal harus ada dua alat bukti.
“Satu pengakuan dan satunya rekaman. Dimintakan rekaman yang melakukan pertama. Karena takutnya sudah terdistorsi. Katanya juga ada dugaan AI. Sehingga memang dibutuhkan rekaman dari sumber pertamanya. Nah sumber pertamanya itu, kita butuh waktu yang panjang untuk misalnya melakukan pemeriksaan di laboratorium forensic. Untuk mengetahui dari cyber butuh waktu panjang. Sehingga kalau kita menunggu itu. Habis juga masa kerja kami yang lima hari,”ujarnya beralasan.
Sehingga terganjal dengan waktu. Termasuk sudah santer beredar bahwa Bawaslu Papua sudah kemasukkan angin. “Itu isu santer yang sudah kami terima dan itu konsekuensi, yang kami harus tanggung dan terima. Kami bisa mempertanggung jawabkan apapun yang sudah kami lakukan,”pungkasnya.(lia)
