Direktur Riset APS Nilai Ada Dampak Positif dan Negatif Dari Depresiasi Rupiah
JAYAPURA RadarPagiNews – Direktur Riset Analisis Papua Strategis – Center Development For Development and Global Studies (APS CDGs), DR. Richard Patty menilai ada dampak positif dan negative dari depresiasi rupiah atau jatuhnya nilai mata uang terhadap nilai tukar mata uang asing
Diketahui hari ini Senin (7/4/2025) nilai tukar rupiah melemah Rp. 17.000,- di Pasar NDF.
Akademisi di Universitas Cenderawasih di Jayapura itu menjelaskan dampak positif-nya yakni dapat meningkatkan daya saing ekspor.
Secara fakta dan data, Depresiasi rupiah membuat harga barang dan jasa ekspor Indonesia menjadi relatif lebih murah bagi pembeli di negara lain yang menggunakan mata uang dolar AS. Hal ini dapat meningkatkan volume ekspor dan penerimaan devisa negara.
“Contoh Kasus, Sektor-sektor komoditas seperti batubara, minyak kelapa sawit (CPO) dan produk tekstil Indonesia dapat menjadi lebih kompetitif di pasar global ketika rupiah melemah. Sehingga berpotensi meningkatkan volume penjualan dan pendapatan dalam dolar AS, yang ketika dikonversikan ke rupiah menjadi lebih besar. Data ekspor seringkali menunjukkan peningkatan nilai dalam rupiah setelah terjadi depresiasi,”paparnya.
Selain itu juga mendorong Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Investment – FDI). Menurutnya secara Fakta dan Data, Aset dan biaya operasional di Indonesia menjadi relatif lebih murah bagi investor asing ketika nilai tukar rupiah melemah.
“Hal ini dapat menarik lebih banyak investasi asing langsung, terutama di sektor-sektor yang berorientasi ekspor,”imbuhnya.
Contoh Kasus, Perusahaan multinasional yang ingin membangun pabrik atau mengembangkan bisnis di Indonesia mungkin melihat depresiasi rupiah sebagai peluang untuk mengurangi biaya investasi awal dan operasional dalam jangka panjang.
Selain itu juga dapat meningkatkan Penerimaan Devisa dari Sektor Pariwisata.
“Fakta dan Data, bagi wisatawan mancanegara yang menggunakan dolar AS, Indonesia menjadi destinasi yang lebih terjangkau ketika rupiah melemah. Hal ini berpotensi meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan penerimaan devisa dari sektor pariwisata,”jelasnya.
Contoh Kasus Ketika nilai tukar rupiah melemah, paket-paket wisata, akomodasi, dan barang-barang lokal di Indonesia menjadi lebih menarik bagi wisatawan asing, sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan sektor pariwisata.
Selain itu juga dapat mendorong penggunaan produk domestic.
Fakta dan Data, Harga barang-barang impor yang mahal akibat depresiasi rupiah dapat mendorong konsumen dan industri untuk lebih memilih produk-produk dalam negeri yang menjadi relatif lebih murah. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan industri lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Contoh Kasus, Ketika harga buah-buahan impor meningkat, konsumen mungkin beralih ke buah-buahan lokal.
Demikian pula, industri yang tadinya mengimpor bahan baku tertentu mungkin mencari alternatif dari pemasok domestik jika selisih harga menjadi signifikan.
Dampak Negatif
Namun ada juga dampak negatif dari Depresiasi Rupiah, dimana terjadi Inflasi Impor (Imported Inflation). Fakta dan Data, Ketika rupiah melemah, harga barang-barang impor yang dibeli dalam dolar AS menjadi lebih mahal ketika dikonversikan ke dalam rupiah. Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk berbagai kebutuhan, mulai dari bahan baku industri, barang modal, hingga barang konsumsi tertentu.
Seraya memberikan contoh, pada saat terjadi gejolak nilai tukar rupiah, seperti pada tahun 2013 dan 2015, harga barang-barang elektronik, suku cadang otomotif, dan produk-produk konsumsi impor lainnya mengalami kenaikan yang signifikan.
Hal ini berkontribusi pada peningkatan inflasi secara keseluruhan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi kelompok barang impor cenderung lebih tinggi pada periode-periode pelemahan rupiah.
Kemudian meningkatnya beban utang luar negeri, Fakta dan Data sebagian besar utang luar negeri pemerintah dan swasta Indonesia denominasinya dalam dolar AS.
Ketika rupiah terdepresiasi, nilai utang dalam rupiah secara otomatis meningkat, sehingga meningkatkan beban pembayaran pokok dan bunga utang.
Contoh kasus pada saat krisis ekonomi 1998, depresiasi rupiah yang sangat tajam menyebabkan beban utang luar negeri pemerintah dan perusahaan melonjak drastis, memicu krisis keuangan yang parah.
Meskipun kondisi saat ini berbeda, pelemahan rupiah tetap memberikan tekanan pada anggaran negara dan keuangan perusahaan yang memiliki utang dalam dolar AS.
“Berkurangnya Daya Beli Masyarakat, Fakta dan Data Kenaikan harga barang-barang impor dan potensi kenaikan harga barang-barang domestik akibat biaya produksi yang meningkat (karena impor bahan baku) dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama untuk kelompok masyarakat dengan pendapatan tetap,”tuturnya.
Contoh Kasus, ketika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi ikut terkerek naik akibat pelemahan rupiah, biaya transportasi dan logistik meningkat, yang pada akhirnya dapat memengaruhi harga berbagai barang dan jasa. Sehingga mengurangi kemampuan masyarakat untuk membeli.
Dampak negative lainnya yakni tekanan pada neraca perdagangan. Fakta dan Data, meskipun secara teori depresiasi rupiah dapat mendorong ekspor. Karena harga barang ekspor menjadi lebih murah bagi pembeli luar negeri, dalam jangka pendek, impor bisa jadi lebih inelastis (tidak mudah berkurang).
“Jika nilai impor meningkat lebih besar daripada peningkatan nilai ekspor, defisit neraca perdagangan dapat melebar,”bilangnya.
Contoh Kasus, Sektor industri manufaktur Indonesia masih banyak mengandalkan impor bahan baku dan barang modal. Ketika rupiah melemah, biaya impor meningkat, yang dapat menghambat produksi jika tidak diimbangi dengan peningkatan ekspor yang signifikan.
Yang harus diwaspadai yakni potensi keluarnya modal (Capital Outflow), Fakta dan Data, ketidakstabilan nilai tukar rupiah dapat mengurangi kepercayaan investor asing dan domestik untuk menanamkan modal di Indonesia.
Para investor cenderung memindahkan asetnya ke mata uang yang lebih stabil, seperti dolar AS, yang dapat semakin memperparah tekanan pada nilai tukar rupiah.
Contoh Kasus, pada periode ketidakpastian global atau ketika sentimen terhadap pasar negara berkembang negatif, aliran modal keluar dari Indonesia seringkali meningkat, yang tercermin dari pelemahan nilai tukar rupiah dan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Bak Dua Sisi Mata Uang
Untuk itu Richard Patty memberikan kesimpulan bahwa Depresiasi rupiah terhadap dolar AS memiliki dua sisi mata uang bagi perekonomian Indonesia. Dampak negatifnya, terutama terasa pada peningkatan inflasi impor, beban utang luar negeri dan potensi penurunan daya beli.
Sementara itu, dampak positifnya terletak pada peningkatan daya saing ekspor, potensi masuknya investasi asing, dan dorongan untuk menggunakan produk domestik.
Untuk itu dirinya menyarankan kepada Pemerintah dan Bank Indonesia agar perlu mengambil langkah-langkah kebijakan yang tepat untuk memitigasi dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif dari depresiasi rupiah.
“Kebijakan-kebijakan tersebut dapat meliputi stabilisasi nilai tukar melalui intervensi pasar, pengelolaan utang luar negeri yang prudent, pengendalian inflasi, serta upaya untuk meningkatkan ekspor dan daya saing produk Indonesia di pasar global,”ujarnya.
Lanjutnya pemahaman yang komprehensif terhadap dampak depresiasi rupiah sangat penting untuk merumuskan kebijakan ekonomi yang efektif dan menjaga stabilitas serta pertumbuhan ekonomi Indonesia. (Odea Julia)