Cerita Charles Toto Berkolaborasi Masak Bersama Dua Chef Asal Qatar
Caption : Chef Jungle Papua Charles Toto bersama Founder – Chairwoman ACMI Santhi Serad saat diwawancarai di Isasai Restaurant & Venue, Expo Waena Kota Jayapura. Rabu malam (22/6/2023). (foto : Julia/RadarPagiNews)
JAYAPURA RadarPagiNews – Berkesempatan melakukan kolaborasi bersama dua Chef asal Negara Qatar yakni The Captain Chef Hassan Abdullah Al Ibrahim dan Noof Al Marri. Chef asal Papua Charles Toto mengaku banyak pengalaman yang bisa dipetiknya dengan kehadiran para chef dari negeri petro dollar itu bersama Tim Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI).
“Kita selalu menganggap local masih kampungan. Jadi akhirnya hal itu tidak pernah didorong dan levelnya tidak pernah naik,”aku Charles kepada awak media di Isasai Restaurant & Venue, Expo Waena Kota Jayapura. Kamis malam (22/6/2023)
Kehadiran dua chef asal Qatar ini untuk bagaimana daya tariknya bagi masyarakat local tentang apa yang ada dari lingkungan mereka dapat menjadi tinggi tingkatannya.
“Ini sebenarnya menjadi pemicu. Walaupun saya sebenarnya sudah kemana – mana. Tetapi level saya local dan akan kembali seperti teman – teman Papua lainnya.
Tetapi ketika ada teman – teman dari luar yang masuk dan mau belajar tentang Papua dari sisi makanan. Itu akan mendorong semangat anak – anak muda baru kaum milenial untuk bagaimana lebih tekun lagi mempelajari makanan – makanan local yang berbahan dasar dari sagu, keladi dan metode – metode pertanian mereka yang lain,”kata Charles.
Hal inilah yang akan mendorong. “Ketika teman – teman Jakarta datang, saya mengusulkan beberapa tempat yang kebetulan dikelola oleh anak – anak Papua dan kebetulan saat ini sudah waktunya mereka juga bisa berusaha, berdagang dan punya resto dan memperkenalkan pangan local asal Papua,”terangnya.
Kata Charles yang sering disapa Chef Jungle Papua tidak menutup kemungkinan para pengusaha kuliner dari luar Papua akan ikut mendorong pangan local masuk ke tempat usahanya. Sehingga datang ke Papua minimal mereka akan mengetahui makanan asal Papua dan mempunyai ciri atau story teeling tersendiri.
Saat mendampingi kedua chef asal negara yang baru saja selesai menggelar event Piala Dunia 2022 itu, datang ke Kampung Skouw Sae Distrik Muara Tami, Rabu (21/6/2023), mengaku sedikit berbeda.
“Konsen kami hutan. Jadi kemarin dengan Chef Hasan kita sama – sama dalam rangka Hari Sagu. Ini satu kebanggaan kita ada chef yang mau datang berkolaborasi dan masak disini,”pujinya.
Chef Hasan tanpa sungkan sedikitpun masak dan ikut menikmati bagaimana orang Papua mempunyai cara hidup di tengah dusun hutan sagu. “Dia (Chef Hasan-red) mau menikmati itu. Mulai dari menebang sagu, tokok sagu, pangkur sampai dengan hasil sagu itu dimasak menjadi makanan menggunakan cara tradisional Bakar Batu. Bahkan juga ikut makan ulat sagu, makan sagu seef, sinole, ikan kuah, papeda juga ada kami sajikan selain nasi,”ceritanya.
Kedua chef ini dibuat kagum dengan kekhasan budaya masak orang Papua yang hidup di hutan dan bergantung pada hutan. “Kalau hutan hilang, berarti kehidupan mereka juga akan bergeser dengan sendirinya,”tuturnya. Karena ini pengalaman baru buat dua chef ini, sebab di negara mereka tidak ada hutan.
Charles menjelaskan semua jenis makanan ini didapatkan murni dari alam dan menurut pemikiran kedua Chef ini yang didapat adalah bukan dari model pertanian teknologi yang menggunakan pupuk, pestisida dan lainnya.
Gigih Memilih Papua
Sementara itu Founder – Chairwoman ACMI Santhi Serad mengatakan dipilihnya Papua karena dirinya ingin memperkenalkan bahwa negara Indonesia mega diversitynya dengan keanekaragaman hayatinya sangat tinggi.
“Di Papua lebih dari 50 persen ada di hutan Papua dan ini patut diperkenalkan keanekaragaman hayati dan makanan/pangan local-nya yang tidak banyak orang mengerti bahkan sesama kita orang Indonesia. Ada apa saja di Papua,”jelasnya.
Dirinya mengaku sangat gigih agar dalam Program Culinary Journey, Papua dalam hal ini Jayapura menjadi satu daerah yang dituju dan secara kebetulan di tanggal 21 Juni bertepatan dengan Hari Sagu.
“Saya ingin memperkenalkan sagu. Chef dari Qatar juga mengaku bahwa mereka juga punya sagu. Tetapi ini beda. Jadi dengan demikian mereka terbuka matanya dan tau bahwa sagu itu ada pohonnya dan cara pengolahannya,”jelasnya.
Saat berada di SMK 1 Jayapura,Rabu (22/6/2023). Kedua Chef memperkenalkan makanan yang menggunakan rempah – rempah dari Qatar yang biasanya dipakai. Seperti kesamaan dengan Indonesia sama – sama menggunakan Kayu manis, sama menggunakan kapulaga.
“Kalau kita di Indonesia ini menggunakan kapulaga putih. Tetapi mereka menggukan kapulaga hijau,”terangnya.
Diketahui Program Culinary Journey jajaki wilayah barat dan timur Indonesia untuk dalami indahnya kontras kuliner tradisional dan modern dalam rangkaian program pertukaran budaya tahunan Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture, mempertemukan dua chef ternama dari Qatar dengan 1 chef ternama Indonesia untuk bersama memperdalam pemahaman antara negara dan masyarakatnya, budaya, makanan dan pengalaman kuliner menyambangi tiga kota dari bagian timur hingga barat Nusantara, untuk lebih memahami budaya masing-masing melalui masyarakatnya, makanan tradisional tiap daerahnya dan juga bahan-bahan yang digunakan dalam setiap masakan.
Kegiatan ini diselenggarakan di tiga kota besar di Indonesia yaitu Jayapura pada tanggal 19 – 24 Juni 2023, Medan pada tanggal 24 – 27 Juni 2023 dan Bali tanggal 27 Juni – 2 Juli 2023 untuk dalami uniknya kontras antara kuliner tradisional dan modern.
Di perjalanan perdana Culinary Journey di Jayapura ini, yang juga pertama di Asia Tenggara ini mempertemukan Hassan Abdullah Alibrahim “The Captain Chef” dari Qatar telah menjelajahi masakan restoran dan kaki lima di 175 kota di dunia, beserta Noof Al Marri, Chef ternama Qatar dengan spesialisasi masakan lokal Timur Tengah untuk bertukar ide dan mengenal masakan
tradisional Papua dengan Charles Toto, Chef Indonesia yang giat melestarikan masakan tradisional Papua. (Mina/Ist)