Bukti Pelanggaran Tidak Terlampir Jadi Sorotan Rekomendasi PSU Pilbup Jayapura
Jakarta RadarPagiNews – Panel 3 secara fokus menyorot alasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jayapura selaku Termohon, yang tak melaksanakan rekomendasi pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan bupati (Pilbup) Kabupaten Jayapura di delapan tempat pemungutan suara (TPS).
Sebab, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Jayapura tidaklah mendapatkan penjelasan tertulis terkait tak dilaksanakannya PSU di delapan TPS tersebut.
Sorotan tersebut terjadi dalam Persidangan Pemeriksaan Lanjutan untuk Perkara Nomor 274/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dilaksanakan pada Kamis (13/2/2025). Persidangan Pemeriksaaan Lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli/saksi itu dilaksanakan Panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Prinsipal Termohon yang merupakan Ketua KPU Kabupaten Jayapura Efra Jerianto Tunya menjelaskan, pihaknya memang menerima surat dari Bawaslu Kabupaten Jayapura yang meminta penjelasan soal tidak dilaksanakannya PSU di delapan TPS pada 2 Desember 2024. Ia pun mengakui, pihaknya tidak memberikan penjelasan tertulis terkait permintaan tersebut.
“Berkaitan dengan tanggal 2 (Desember) untuk penjelasan terkait dengan tindak lanjut daripada PSU, pemungutan suara ulang atas rekomendasi, penelusuran rekomendasi yang dilakukan oleh Bawaslu, ya terhadap penjelasan itu kita KPU Kabupaten Jayapura tidak memberikan surat penjelasan itu sama sekali,” ujar Efra di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
Diketahui, Bawaslu Kabupaten Jayapura menerima laporan adanya pelanggaran pemilihan dan merekomendasikan PSU di 18 TPS dari Panitia Pengawas Tingkat Distrik (Pandis). Bawaslu Kabupaten Jayapura kemudian meneruskannya dan mengeluarkan surat rekomendasi PSU kepada KPU Kabupaten Jayapura.
KPU Kabupaten Jayapura melakukan kajian dan telaah, yang akhirnya memutuskan untuk melaksanakan PSU di 10 TPS yang ditetapkan lewat Keputusan Nomor 222 Tahun 2024 tertanggal 1 Desember 2024. Sedangkan delapan TPS yang tidak dilaksanakan PSU, yakni empat TPS di Distrik Sentani; satu TPS di Distrik Demta; satu TPS di Distrik Nimboran; satu TPS di Distrik Waibu; dan satu TPS di Distrik Depapre.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pun bertanya alasan tidak digelarnya PSU di delapan TPS karena hal tersebut tidak dijelaskan dalam Keputusan Nomor 222 Tahun 2024. Efra pun hanya menjawab, PSU tidak dilaksanakan setelah mereka melakukan klarifikasi kepada Panitia Pemilihan Distrik (PPD) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di delapan TPS terkait.
Enny kemudian bertanya kepada Bawaslu Kabupaten Jayapura ihwal tindak lanjut setelah tidak dijalankannya PSU di delapan TPS. Terungkap bahwa Bawaslu Kabupaten Jayapura hanya menerima penjelasan lisan dari Ketua KPU Kabupaten Jayapura setelah keluarnya Keputusan Nomor 222 Tahun 2024.
“Kemudian di situ penjelasan bahwa dari 18 TPS ini, delapan yang tidak masuk dalam rekomendasi dikarenakan kurang alat bukti,” ujar Anggota Bawaslu Kabupaten Jayapura Austen E. Yakarimilena.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat pun mendalami pernyataan Austen tersebut dan membuka fakta, rupanya terdapat Pandis yang tidak melampirkan bukti dugaan pelanggaran yang terjadi di TPS dalam formulir rekomendasi. Bukti tersebut berisi foto dan video pemilih yang menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali di TPS 002 Kampung Ambora dan TPS 001 Kampung Kuwase.
“Izin Yang Mulia, dari delapan TPS yang tidak di-PSU-kan itu, kami mendengar hasil penjelasan dari teman-teman (Pandis) ini memang kekurangan yang menjadi kekurangan kami dari rekom (rekomendasi) itu adalah alat bukti. Nah itu yang membuat KPU tidak bisa juga untuk (melakukan PSU),” ujar Austen.
“Siap (tidak melakukan telaah lebih lanjut),” sambung Austen menjawab pertanyaan Arief dan Enny soal langkah Bawaslu Kabupaten Jayapura setelah adanya Pandis yang tidak melampirkan bukti pelanggaran pemilihan.
Arief pun menimpali jawaban Austen itu dan mengatakan bahwa Mahkamah bisa saja mengambil alih pelaksanaan Pilbup Kabupaten Jayapura. Sebab ada ketentuan perundang-undangan terkait PSU yang belum dilaksanakan, karena adanya bukti pelanggaran pemilihan yang rupanya tak terlampir.
“Jadi kalau apa yang belum diselesaikan oleh Bawaslu dan itu merupakan ketentuan undang-undang, kan bisa saja Mahkamah mengambil alih untuk itu,” ujar Arief.
“Ini normatifnya sudah terlewat, tapi ada masalah yang belum diselesaikan itu, ya kan, tapi ada memang Pandis yang kemudian mendapat pembinaan, itu dari sisi administrasinya sudah selesai. Tapi ada sisi yang kemudian baru muncul ya, belum diserahkan ada bukti yang belum diserahkan, tapi ternyata itu tidak ada bukti, tapi di sini ada satu TPS yang coblos dua kali belum dilaksanakan (PSU), itu nanti kita lihat, kita nilai,” sambungnya.
Bawaslu Bisa Sanksi
Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Jayapura Nomor Urut 3 Jan Jap L Ormuseray-Asrin Rantetasak selaku Pemohon menghadirkan Umbu Rauta sebagai Ahli. Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana itu menjelaskan, KPU seharusnya wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu, sebagaimana diatur dalam Pasal 138, Pasal 139, dan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Tindak lanjut itu dimulai dari telaah, kemudian rapat pleno, dan terakhir adalah keputusan terkait rekomendasi Bawaslu. Jika penyelenggara pemilihan tidak menindaklanjuti rekomendasi dengan melakukan telaah, ia berpandangan bahwa Bawaslu dapat memberikan sanksi kepada KPU.
“Perihal kewajiban menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dalam Pasal 14 Undang-Undang Pemilihan sebenarnya ditegaskan bahwa kalau tidak ditindaklanjuti sebenarnya Bawaslu bisa mengenakan sanksi peringatan lisan dan tertulis kepada KPU,” ujar Umbu.
Karenanya, telaah sebagai awal dari tindak lanjut rekomendasi Bawaslu menjadi penting sebelum tahapan rapat pleno dan keputusan KPU. Terutama telaah hukum yang tepat dan ideal dengan didasarkan pada prinsip kehati-hatian serta harus berorientasi pada penyelesaian masalah, tidak sekadar persoalan prosedural.
“Apa yang dimaksud prinsip kehati-hatianan, yaitu mempertimbangkan segala hal terkait demi terciptanya pemilu yang bersih, jujur, dan adil. Kemudian bisa melibatkan berbagai macam pihak, tidak sekedar pihak internal penyelenggara KPU, tetapi juga pihak pelapor, terlapor, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan,” ujar Umbu.
172 Surat Suara Digunakan Satu Pemilih
Pemohon juga menghadirkan Frans Frklin Waibro sebagai Saksi, yang merupakan pengawas TPS 16 Kampung Lapua, Distrik Kaureh. Hadirnya Frans sebagai Saksi Pemohon sempat dipertanyakan Arief, sebab statusnya sebagai pengawas TPS seharusnya berada di bawah naungan Bawaslu Kabupaten Jayapura.
Dalam sidang, Anggota Bawaslu Kabupaten Jayapura Austen E. Yakarimilena juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah mengeluarkan instruksi agar seluruh jajarannya tidak menjadi saksi dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada). Kendati demikian, Arief tetap mengizinkan Frans menyampaikan kesaksiannya.
Frans pun menceritakan adanya mobilisasi massa di TPS 16 Kampung Lapua, Distrik Kaureh pada hari pemungutan suara. Saat itu, sebanyak 172 surat suara diserahkan kepada satu orang yang mewakili massa tersebut. Ia yang bertugas sebagai pengawas TPS juga tidak berani bertindak saat melihat peristiwa tersebut.
“Saya sebagai pengawas TPS diam saja karena tidak bisa berbuat apa-apa, karena itu massa, nggak berani apa-apa,” ujar Frans.
Sebagai informasi, Pemohon adalah pasangan calon nomor urut 3, Jan Jap L Ormuseray-Asrin Rante Tasak. Mereka mendalilkan KPU Kabupaten Jayapura yang tak melaksanakan rekomendasi PSU di empat TPS Distrik Sentani, satu TPS Distrik Demta, satu TPS Distrik Nimboran, satu TPS Distrik Waibu, dan satu TPS Distrik Depapre.
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan terjadinya dugaan mobilisasi massa dari kabupaten lain yang tidak memiliki hak pilih di lima TPS Kampung Lapua, Distrik Kaureh.
Kelima TPS tersebut adalah TPS 5 Kampung Lapua, TPS 8 Kampung Lapua, TPS 11 Kampung Lapua, TPS 12 Kampung Lapua, dan TPS 16 Kampung Lapua.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta kepada Mahkamah memerintahkan KPU Kabupaten Jayapura melaksanakan PSU di empat TPS Desa Sentani (TPS 7 Kampung Sentani Kota, TPS 17 Kampung Hinekombe, serta TPS 1 dan 4 Kampung Sereh); satu TPS Distrik Demta (TPS 2 Kampung Ambora); satu TPS Distrik Nimboran (TPS 1 Kampung Kuwase); dua TPS Distrik Waibu (TPS 3 Kampung Bambar dan TPS 4 Kampung Doyo Baru); satu TPS Distrik Depapre (TPS 1 Kampung Wabena); serta lima TPS Distrik Kaureh (TPS 5 Kampung Lapua, TPS 8 Kampung Lapua, TPS 11 Kampung Lapua, TPS 12 Kampung Lapua, TPS 16 Kampung Lapua). (Humas MKRI)
